Senin, 24 November 2014

Ego Lawan Obyektivitas

Sumber: http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/01/1326620686831946029.jpg

Dalam kehidupan sehari hari, politik tidak pernah terlepas dari kehidupan sehari hari. Sekarang yang sudah menjadi mahasiswa pun dalam dinamika kampus erat kaitannya ddengan politik, walapun mahasiswa sangat menolak yang namanya politik di lingkungan kampus. Banyak contoh yang sangat sering dapat lihat apabila pergantian ketua organisasi sudah di dean mata, baik itu organisasi tingkat jurusan hingga universitas. Terlepas dari obyektivitas masing masing orang yang mau diduking, akan tetapi ego untuk mendukung salah satu orang tidak terlepas dari masing masig individu. Malah terkadang saking fanatiknya obyektivitas terkalahkan oleh egonya.

Memang seharusnya kefanatikan tidak boleh dikaitkan dalam memilih pemimpin. Pemimpin adalah seseorang yang dapat merangkul, menjadi contoh, menjadi teladan, dan mengerti bagaimana pola kerja dari organisasi yang akan di pimpinnya. Mungkin itu segelintir syarat dari seorang pemimpin.
Bila seorang pemimpin tidak dapat merangkul, menjadi contoh dan teladan bagaimana anak buahnya mau bekerja maksimal, wong pemimpinnya yang di jadikan panuan tidak berprilaku baik. Jika seseorang pemimpin itu tidak mengenal pola atau kebiasaan dari organisasi yang di pimpin, mau yang di rubah apa? Cuman sebatas keinginan ataupun pengetahuan saat sebelum menjadi pemimpin. Memang tidak semudah seperti itu. Contoh yang paling berdampak yaitu di lingkungan negara kita. Lima tahun sekali kita memilih presiden, jika berganti pemimpin, banyak hal yang di rubah karena berbeda pandangan antara   presiden seperti sekarang ini, banyak terjadi moratorium atau peninjauan kembali aturan aturan yang sudah di buat. Memang itu bagus untuk memperbaiki kinerja. Akan tetapi dampaknya juga besar, seperti berubahnya aturan, terkendalanya suatu kebijakan hanya untuk itu. Idealnya yang dibuat moratorium itu yang memiliki dampak atau implikasi yang sangat besar, jangan hanya ikut ikutan saja. Tentu sekelumit kisah tadi merupakan anggapan awal yang faktanya saya juga tidak mengetahui seberapa besar impliksinya bagi negara, tapi jika dilihat seperti latah untuk mengehentikan aturan tersebut, tanpa adanya alasan yang kuat.
Banyak contoh yang bisa kita ambil apabila kita salah memilih pemimpin. Semoga yang kita mau siapapun pemimpinnya dapat menjalankan kerjanya dengan baik dan seamanah mungkin. Dan berpikirlah dalam kondisi yang obyektif jangan karena ego saja.

Yogyakarta, 24 November 2014

Nurul Badri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar