Sumber: http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/01/1326620686831946029.jpg
Dalam kehidupan
sehari hari, politik tidak pernah terlepas dari kehidupan sehari hari. Sekarang
yang sudah menjadi mahasiswa pun dalam dinamika kampus erat kaitannya ddengan
politik, walapun mahasiswa sangat menolak yang namanya politik di lingkungan
kampus. Banyak contoh yang sangat sering dapat lihat apabila pergantian ketua
organisasi sudah di dean mata, baik itu organisasi tingkat jurusan hingga
universitas. Terlepas dari obyektivitas masing masing orang yang mau diduking,
akan tetapi ego untuk mendukung salah satu orang tidak terlepas dari masing
masig individu. Malah terkadang saking fanatiknya obyektivitas terkalahkan oleh
egonya.
Memang seharusnya
kefanatikan tidak boleh dikaitkan dalam memilih pemimpin. Pemimpin adalah
seseorang yang dapat merangkul, menjadi contoh, menjadi teladan, dan mengerti
bagaimana pola kerja dari organisasi yang akan di pimpinnya. Mungkin itu
segelintir syarat dari seorang pemimpin.
Bila seorang
pemimpin tidak dapat merangkul, menjadi contoh dan teladan bagaimana anak
buahnya mau bekerja maksimal, wong pemimpinnya yang di jadikan panuan tidak
berprilaku baik. Jika seseorang pemimpin itu tidak mengenal pola atau kebiasaan
dari organisasi yang di pimpin, mau yang di rubah apa? Cuman sebatas keinginan
ataupun pengetahuan saat sebelum menjadi pemimpin. Memang tidak semudah seperti
itu. Contoh yang paling berdampak yaitu di lingkungan negara kita. Lima tahun
sekali kita memilih presiden, jika berganti pemimpin, banyak hal yang di rubah
karena berbeda pandangan antara presiden
seperti sekarang ini, banyak terjadi moratorium atau peninjauan kembali aturan
aturan yang sudah di buat. Memang itu bagus untuk memperbaiki kinerja. Akan tetapi
dampaknya juga besar, seperti berubahnya aturan, terkendalanya suatu kebijakan
hanya untuk itu. Idealnya yang dibuat moratorium itu yang memiliki dampak atau
implikasi yang sangat besar, jangan hanya ikut ikutan saja. Tentu sekelumit
kisah tadi merupakan anggapan awal yang faktanya saya juga tidak mengetahui
seberapa besar impliksinya bagi negara, tapi jika dilihat seperti latah untuk
mengehentikan aturan tersebut, tanpa adanya alasan yang kuat.
Banyak contoh
yang bisa kita ambil apabila kita salah memilih pemimpin. Semoga yang kita mau
siapapun pemimpinnya dapat menjalankan kerjanya dengan baik dan seamanah
mungkin. Dan berpikirlah dalam kondisi yang obyektif jangan karena ego saja.
Yogyakarta, 24
November 2014
Nurul Badri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar