Minggu, 08 November 2020

Simbol Komunikasi

Sadar atau tidak, pola komunikasi manusia telah berubah, berubahnya pun karena mengikuti zaman. Tapi ada satu hal yang menarik bagi saya untuk dicermati. Yaitu media informasi sebagai penyampai informasi. 

Teman kantor saya pernah bilang," Ngga usah bagus-bagus kalimatnya, yang penting lawan bicaranya paham". Entah mengapa saya setuju dengan kalimat tersebut, yang penting lawan bicara kita paham. Saat ini saat kita keluar negri kemudian tidak bisa bahasa setempat, menggunakan bahasa tubuh pun sering kita lakukan untuk menjelaskan apa yang kita mau. Menurut saya itulah komunikasi. 

Dahulu, masyarakat Mesir menggunakan simbol sebagai media informasinya. Pun dengan zaman yang lebih jauh dari pada itu. Sudah sering peneliti menemukan simbol-simbol yang menjelaskan kejadian pada suatu zaman, berkat manusia pada zaman itu mencoba menjabarkannya lewat simbol. Maka manusia saat ini memehami apanyang terjadi pada zaman tersebut. 

Saat ini bahasa menggunakan simbol juga dilakukan oleh manusia modern. Yaitu menggunakan emoji. Emoji diintrepertasikan mampu untuk memberikan kesan psikologis pada teks yang sudah ditulis. Dan pernah suatu ketika saya diprotes oleh teman saya karena pesan teks yang saya kirimkan tidak menggunakan simbol tersebut yang mengakibatkan teman saya gagal paham apa yang saya maksud. Ternyata disadari atau tidak, emoji merupakan simbol berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. 

Karena keseharian kita yang tidak jauh dari informasi, dan media informasi. Setidaknya kita perlu memahami medianya agar tidak terjadi missinformasi. Karena saat kita salah memahami informasi, banyak yang berpengaruh pada kehidupan kita.

Sabtu, 24 Oktober 2020

Membiasakan Menulis

Sadar atau tidak mencari inspirasi untuk menulis itu sulit. Menuliskan inspiriasi juga tidak mudah. Menyusun kata-kata menjadi kalimat, kemudian menjadi paragraf juga bukan hal yang mudah. Tapi saya percaya, membiasakan menuangkan ide dan pemikiran pada tulisan akan membuat pemikiran kita tercatat. Mungkin bagi sebagian orang tidak berguna. Tapi bagi saya, setidaknya hasil bengong dan jongkok saat buat air besar tidak terbuang percuma begitu saja. 

Dengan awal niat yang mulia itu, saya mencoba untuk membiasakan menulis. Jelas atau tidak, penting atau tidak yang penting tulis. Tetapi niat selalu lebih mudah dari pada melakukannya. Beberapa pekan kebelakang, saya bingung mau nulis apa. Bukan berarti tidak ada hasil selama bengong atau jongkok di kamar mandi. Tapi saya bingung bagaimana menyusun hasil itu ke dalam tulisan. Kemudian saya sadar, ternyata tidak mudah. 

Tidak hanya satu orang percaya, bahwa memaksakan terbiasa akan menjadikan kita terbiasa. Tapi saat terpaksa terbiasa tersebut tidak dilakukan di waktu yang dijadwalkan, akan menjadikan kita lupa bahwa kita terpaksa. Sulit dipahami, tapi sering kita merasakannya. Memulai pace yang sudah hilang tersebut dan mecoba membiasakannya kembali ternyata seperti niat. Mudah dipikirkan tetapi tidak mudah melakukannya.

Saat ini saya mengembalikan niatan tersebut, untuk bisa terbiasa menulis.
Semoga saya istiqomah. 

Minggu, 27 September 2020

Hujan

Hujan, kau jatuh ke bumi
Saat kami membutuhkan mu
Saat kami merindukan mu
Saat kami khawatir padamu

Hujan, kau memberikan kami
Rasa syukur atas rahmatNya
Berlimpah kebaikanNya
Mengetahui kebesaranNya

Pantaskah kami
Mencela kebaikanmu
Saat kami tahu
Tidak bersalahnya dirimu

Sudah cukupkah kami
Bersyukur atas datangnya hujan
Bersyukur atas datanya keberkahan
Saat datangnya kebahagiaan

Maafkanlah kami
Atas perlakukan kami
Saat syahdu ini
Menghampiri kami

Sabtu, 12 September 2020

Persimpangan Jalan

 Persimpangan merupakan istilah yang sering kita dengan saat kita berada di jalan raya. Saat kita bertanya jalan ke seseorang, istilah persimpangan sering terucap untuk mengarahkan seseorang. Dalam kehidupan pilihan hidup lebih sering kita dengar dari pada persimpangan kehidupan. Saat kita memilih suatu jalan, artinya kita sudah memilih akan melaju kemana hidup kita. 

Menenetukan pilihan merupakan hal yang sangat sulit, apalagi pilihan tersebut menyangkut diri kita. Akan kemana diri masa depan kita, baik buruknya kita ditentukan bagaimana memilih pilihan tersebut. Mungkin kita sering merasa, "kenapa ya hidup saya selalu begini", atau "kenapa kejadian ini menimpa saya" dan lain sebagaimanya. Tapi kita tidak pernah memeriksa ulang, sebelum kejadian tersebut piliha apa yang sudah kita ambil. 

Saat ini saya sedang di persimpangan hidup untuk memilih kemana jalan hidup saya. Saya selalu merasa, sangat sulit saat saya  memilih mana yang lebih baik. Saya selalu dihantui oleh "apakah pilihan ini benar", atau "apakah ini sudah yang terbaik". Saya berasalan, karena saya belum memiliki ilmu mengenai masalah ini, maka mau tidak mau saya harus belajar agar nantinya bisa memilih. Karena saya berprinsip, lebih baik saya berilmu terlebih dahulu, sehingga saya tau dampak pada setiap pilihan saya. 

Kemudian saya terbentur, akan sampai kapan saya akan belajar untuk memilih? Kita semua tahu, bahwa pilihan hidup itu datang sangat cepat sekali, dan hanya pada momentum tertentu. Bertanya kepada orang yang sudah mengalami, mungkin bisa menjadi salah satu opsi untuk mencari dampak-dampak mengenai apa yang saya pilih.Akan tetapi saya merasa untuk menambah wawasan, untuk agar tidak selalu bergantung pada orang lain. 

Ya saya tahu, setiap pribadi memiliki cara yang berbeda baik cara dan lama waktu untuk menentukan pilihan hidupnya. Sehingga saya selalu berharap, setiap pilihan yang kita ambil merupakan pilihan terbaik, tanpa ada penyesalan nantinya. Agar kita tidak terlalu lama berhenti di persimpangan jalan kehidupan.

Minggu, 06 September 2020

Berserah atau Menyerah

 Berserah atau menyerah merupakan ungkapan yang cukup menarik bagi saya. Dikatakan berserah jika kita sudah berusaha maksimal, kemudian hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan ekspektasi yang kita inginkan. Kalo menyerah, mungkin usahanya belum maksimal untuk mengejar tujuan, kemudian merasa cukup dengan usahanya. 

Sering kali dalam kehidupan kita, kita mencoba untuk  mengerjakan sesuatu dengan maksimal, akan tetapi sering kita merasa bahwa usaha kita itu masih kurang untuk mengerjar tujuan tersebut, kemudian tanpa mengurangi usaha yang sudah kita lakukan, kita berserah pada takdir. Di poin ini, setiap manusia biasanya akan berserah pada Sang Pemilik Takdir, dengan merapal banyak doa, dan tiba-tiba menjadi rajin ibadah. 

Bagi angkatan yang masih merasakan UN sebagai syarat kelulusan pernah melakukan kegaitan berserah. Saat kita sudah belajar dengan sangat giat, ikut les dan tambahan kelas untuk meyakinkan hati, bahwa kita bisa lulus dengan baik. Akan tetapi menjelang UN, ada yang dirasa kurang. Sogokan kita pada Pemilik Takdir masih kurang, maka kita menjadi sering ibadah. Kita juga menyebar broadcast permohonan maaf ke semua orang, tentu tidak lupa meminta doa dengan tujuan semakin besar sogokan kita pada Pemilik Takdir.

Prinsip berserah seperti ini, tidak satu atau dua kali kita lakukan. Saat kita akan sidang skripsi, mencari pekerjaan, atau bahkan mencari jodoh. Hal ini menurut saya tidak salah. Toh, tujuannya baik untuk diri sendiri. Tapi apakah setiap proses kehidupan akan melukan seperti ini? Saran saya, sebaiknya tidak. Karena hidup kita tidak melulu untuk mencapai apa yang kita inginkan. 

Disisi lain, semua orang pun pernah merasa menyerah. Saat usaha kita biasa-biasa saja dengan target dan tujuan luar biasa. Kita menyerah pada keadaan, bahwa kita tidak bisa mencapai tujuan tersebut. Menyerah tidak selalu dikatakan sebagai seseorang yang selalu kalah/ looser. 

Saat kita akan menghadapi ujian yang dikatakan sangat sulit, kemudian kita sadar bahwa kita tidak berusaha untuk belajar, agar dapat menjawab soal, lantas kita menyerah dan menerima takdir bahwa nantinya nilai kita pasti tidak memuaskan. Kegiatan ini tidak satu atau dua kali kita lakukan dengan bersikap menyerah. 

Berserah atau menyerah memiliki nilai yang berbeda jauh, saat kita berserah dibarengi usaha, dan saat kita menyerah tanpa dibarengi usaha. Nilai tersebut yang membedakan bagaimana hasilnya. Maka saat kita menyerah, maka tetaplah lakukan usaha sebaik mungkin agar bisa dikatakan berserah sehingga setidaknya usaha kita bisa membujuk Pemilik Takdir agar hasilnya bisa sesuai dengan yang kita inginkan. Lantas, kenapa tidak mencobanya.

Minggu, 30 Agustus 2020

Pertemanan dan Silaturahmi

Menurut teori sosiologi, "Manusia adalah makhluk sosial". Mungkin kita tidak bisa menyangkal hal tersebut. Sadar tidak sadar, kita pasti memiliki teman dekat, mungkin satu, dua atau lebih. Ya itulah teman yang menurut saya menarik untuk kita bahas. Ada kisah pahit, manis saat kita berteman dengan seseorang. Kisah ini yang kadang saat kita kenang membuat kita tersenyum sendiri. 

Tidak perlu diceritakan bagaimana kisah pahit manisnya kisah berteman kita. Cukup kita ingat, apa hal yang bisa diambil dari semua kisah itu. Kalo saya mengambil pelajaran saat bertemu dengan teman, kemudian teman tersebut menyapa kita, dan ternyata kita lupa. Kejadian ini baru saja terjadi pada saya, dan saya baru menyadari, bahwa teman saya bisa dibilang cukup banyak, walaupun banyak juga yang lupa siapa saja mereka. 

Saya mempunyai mimpi, mempunyai teman dimana-mana. Alasannya simpel, agar mudah bernaung saat kita berpergian. Bisa menghemat ongkos, juga ada teman bicara saat berpegian. Bisa dibayangkan bagaimana serunya saat berpergian, berangkat sendirian, tapi di tempat tujuan ada temannya. 

Akan tetapi ini akan terasa sulit saat kita mencoba untuk menjaga tali sulaturahmi tersebut. Bayangkan, dengan banyaknya teman, menjaga teman bagaimana agar tidak melupakan diri ini itu tidak mudah. Saat jarang berinteraksi, kita akan mudah lupa dengan teman kita tersebut. 

Pertanyaanya, bagaimana menjaganya agar teman tersebut tidak mudah lupa? Mudah perpanjang silaturahmi. Kalimat yang simpel dan sulit dilakukan. Sulit dilakukan karena menurut saya waktu kita terbatas untuk menjaga silaturahmi. Mungkin hanya alasan, karena saya tidak berusaha untuk menyediakan waktu untuk menjaga silaturahmi. 

Usaha kita dengan menjaga silaturahmi, akan membawa kita memiliki pertemanan yang berkualitas. Berkualitas dari berbagai macam perspektif. Oleh karena itu jagalah teman yang ada, dan perbanyaklah pertemanan. Agar hidup kita lebih indah dan lebih berwarna. 




Jumat, 21 Agustus 2020

Cinta, Kenapa Tidak

 Pembahasan cinta merupakan pembahasan yang cukup sulit bagi saya. Sulit karena saya pun tidak bisa memaknai apa itu cinta. Menurut banyak orang cinta itu adalah sakit, derita dan pengorbanan. Tapi sebagian yang lain menjelaskan cinta sebagai bentuk rasa kasih, bahagia, candu, dan kasih. 

Saya tidak bisa memaknai cinta, karena menurut saya cinta itu tidak bisa diukur. Sejauh yang saya tahu, tidak Love Meter di dunia. Sehingga sulit bagi saya memaknainya. Cinta orang tua kepada anak mungkin bisa dikategorikan cinta. Tapi menurut saya, itu sebuah hal yang wajar, atau setidaknya kewajiban orang tua pada anaknya. Semoga saya kredibel membacarakan ini, walaupun saya tidak bisa memahami apa itu cinta. 

Tidak hanya satu orang yang menyatakan cinta itu adalah rasa sakit. Perasaan sakit itu timbul biasanya saat sudah dikhianati cinta. Banyak juga orang merasa cinta itu derita, derita atas setiap pengobanan yang diberikan atas nama definisi cinta. Diantara kita mungkin merasa cinta itu jahat karena sudah terlalu sering dikhianati. Coba tengok drama-drama saat ini, pesan seperti ini cuku tergambar dalam beberapa cerita, walaupun tidak banyak yang drama yang mencerikan hal seperti ini. Uniknya, bagi sebagian orang, rasa sakit dari cinta itu candu alias nagih dan ingin kembali merasakannya. 

Bagi sebagian yang lain, cinta itu rasa kasih, dan bahagia. Banyak kebahagiaan yang diberikan cinta, menjadikan hidup penuh warna dan semangat. Kisah klasik cinta sering tergambarkan seperti ini, tidak terjal, bisa dicapai, membahagiakan. Film-film saat ini sangat sering mengambarkannya seperti uraian diatas. Bagi yang belum merasa terkhianati, atau mungkin sudah terkhianati tapi selalu merasa optimis dengan cinta akan selalu marasa cinta itu baik dan tidak bermata dua. 

Kembali, pemaknaan itu berbeda bagi setiap orang. Bagi saya demikian, bagi kalian belum tentu sama. Banyak kisah mengenai pemaknaan cinta, Nabi Muhammad dan istrinya, Romeo Julit, bahkan orang tua kita. Lantas dengan segala konsekuensinya, apakah kita perlu takut dan khawatir? Atau merasa bahagia? Pilihlah jalan kita sendiri untuk bisa mendifinisikan cinta itu sendiri. Cinta, kenapa tidak...

Minggu, 16 Agustus 2020

Antara Cita-cita dan Realita

 Teringat cita-cita pendiri bangsa "Indonesia Menjadi Macan Asia", lantas sudahkah menjadi Macan Asia? Jika belum,  kapan Indonesia menjadi Macan Asia? Saya pun ngga tau kapan. Salah satu media pernah mengatakan, tahun 2024 Indonesia memiliki kekuatan ekonomi nomer 4 di Asia. Apakah prediksi itu bisa benar-benar terjadi? Mari kita doakan, semoga usaha Indonesia mencapai cita-cita tersebut lebih baik lagi. 

Ya, itulah cita-cita bisa setinggi apapun, dan semimpi apapun. Banyak orang yang berkata, cita-cita harus terukur. Saya pribadi tidak setuju dengan kalimat tersebut. Terasa kurang. Silahkan bercita-cita setinggi apapun, sebaik apapun, setidak jelas apapun. Tidak ada yang salah dengan cita-cita kok. Tapi ada tapinya. 

Usahalah yang menentukan cita-cita itu berhasil. Usaha merupakan realita aktifitas untuk mengaktualisasikan mimpi. Usaha yang mengakibatkan banyak orang berpikir untuk merubah cita-citanya. Merasa tidak sanggup untuk mencapai cita-citanya kemudian menyerah. 

Bolehkan menyerah? Boleh saja, tapi seberapa kuat kita mempertahankan cita-cita tersebut. Semakin sering berubah, semakin tidak niat dengan cita-citanya. Dititik inilah ujian kita, sekuat apa usaha kita untuk mempertahankan cita-cita. 

Banyak orang sukses yang berani mempertahakan cita-citanya dengan mengorbankan banyak hal. Uncle Stive mempertahakan Apple dengan cita-citanya. Bisa dilihat di salah satu film dokumenternya. Tapi saat ini, tidak ada yang bisa mengalahkan Apple, walaupun Microsoft sudah berusaha. Mungkin Uncle Stive sulit bahkan sangat sulit. Jika sulit, mungkin kita bisa mencontoh orang tua kita. Cita-cita orang tua pasti ingin anaknya lebih baik dari orang tua. Simple, tapi sulit dilakukan. Banyak pengorbanan orang tua untuk mereliasikan cita-cita itu.

Oleh karena itu, usaha kita harus sebaik mungkin, sekeras mungkin, sekuat mungkin. Cita-cita, realitas dapat saling berkesinambungan dengan usaha kita. Semakin besar cita-cita, maka semakin besar usahanya untuk mencapai realitas yang ada. Sulit tapi itulah tantangannya. 

Minggu, 02 Agustus 2020

Perluas Pergaulan

Gaul merupakan istilah yang tidak asing bagi kita semua. Bagi sebagian dari kita gaul itu didefinisikan memiliki banyak ilmu pengetahuan. Misalnya "Ahhh, ngga gaul lu" saat ditanyak pengetahuan kita mengenai suatu hal. Saya tidak tahu persis apa arti gaul sebenarnya. Bagi saya, gaul itu memiliki teman dari berbagai kalangan. Jika kalian mendefinisikan dengan hal yang berbeda, ngga masalah. Toh, berhak itu berbeda pendapat. 

Dalam era yang modern ini, pergaulan mencerminkan seberapa cerdas orang itu. Semakin luas pergaulannya semakin cerdas. Tapi tidak menutup kemungkinan, tidak luas pergaulan malah jadi tidak pintar. Alasan kenapa semakin luas pergaulan semakin cerdas, karena memiliki berteman dengan banyak orang dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Memiliki sudut pandang yang berbeda-beda itu asyik karena bisa memahami banyak hal yang kita tidak ketahui. Akan semakin cerdas, jika kita mau belajar dari pergaulan itu. Bukankah hidup itu adalah pelajaran?

Bertemen dengan siapapun itu, kalangan manapun itu merupakan hal yang cukup bermanfaat di abad ini. Selain banyak hal yang kita dapatkan, peluang tertentu juga kadang ada. Mungkin bisa dibilang nepotisme, tapi menurut saya tidak. Karena definisi nepotismekan menguntungkan keluarga, bukan pertemanan. Peluang itu hadir karena rekan-rekan kita percaya dengan kita, karena kita berkawan dengannya. 

Tapi apakah perlu punya teman yang sangat dekat? Menurut saya sih perlu, dengan alasan kita perlu bercerita hal yang tidak bisa kita ceritakan ke setiap orang. Menyimpan masalah sendiri tanpa ada saran sebagai input akan bikin pusing doang. Tapi kembali, perluaslah pergaulan. 

Kalian pasti pernah lihat orang yang sangat luas pergaualnnya. Saat kemana saja atau butuh apa saja, eh ternyata ada teman yang bisa membantu. Saya juga kadang iri kok melihat orang saat pergi ke daerah tertentu ada ternyata ketemu temannya, padahal tujuannya bukan bertemu teman. Setidaknya ada yang menemani di daerah tersebut. 

Tapi memiliki pergaulan yang luas memang kadang tak murah dan mudah. Bisa saja jadi sering nongkrong yang menghabisakan banyak biaya. Tetapi ada juga kok, yang ternyata pergaulannya karena hobi yang sama. Ini yang kayanya sulit untuk dicari. 

Saya sendiri mengakui pergaulan saya tidak luas, dan cenderung itu-itu saja. Tapi tetap berusaha untuk memperluas pergaulan, walaupun susah-susah gampang. Setidaknya masih berusaha, dari pada tidak sama sekali. 


Minggu, 26 Juli 2020

Kapan kita taat pada aturan?

Banyak diantara kita yang merasa dunia ini baik baik saja, ya baik baik saja! Saat dunia ini sedang berusaha bangkit dari keterpurukan dengan menerapkan aturan aturan yang baru, banyak juga yang melanggar aturan itu. Walaupun anekdot berkata "Aturan kan ada memang untuk dilanggar", pantaskah kita merasa aturan ini harus dilanggar? Dunia dengan sistem tata surya mengikuti aturan tertentu sehingga terjadi siang dan malam. Begitu juga dengan kehidupan mengikuti aturan tertentu dari mulai lahir hingga ajal menjelang. Covid-19 menunjukan siapa saja orang yang bisa mengikuti aturan, dan siapa yang tidak bisa mengikuti aturan.